Advertisement

Promo Desember

Peluang Bagi Penyandang Disabilitas Berkuliah di Luar Negeri

Catur Dwi Janati
Rabu, 11 Desember 2024 - 08:27 WIB
Sunartono
Peluang Bagi Penyandang Disabilitas Berkuliah di Luar Negeri Warga disabilitas / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Unit Layanan Disabilitas (ULD) UGM menggelar sesi webinar bertajuk "Layanan ULD dan Pengalaman Mahasiswa Disabilitas di Luar Negeri" untuk mewujudkan Kampus Ramah Disabilitas sekaligus memperingati Hari Difabel internasional.

Webinar yang digelar ULD pada Selasa (3/12/2023) itu diikuti ratusan peserta dari berbagai institusi pendidikan dan masyarakat umum. Webinar ini berupaya membagikan praktik baik mahasiswa disabilitas yang berkuliah di luar negeri agar menjadi inspirasi serta motivasi untuk meningkatkan inklusivitas. 

Advertisement

Ketua ULD UGM, Wuri Handayani mengungkapkan ULD UGM telah memberikan pelayanan pada penyandang difabel bahkan sebelum difabel diterima menjadi mahasiswa. Bentuk layanan diberikan yakni pendampingan saat ujian masuk universitas. Layanan ULD juga tak hanya terpaku pada ragam kegiatan akademik, melainkan juga meliputi hal-hal yang sifatnya di luar akademik. 

BACA JUGA : Bentuk Unit Layanan Disabilitas, UAJY Komitmen Jadi kampus Inklusif

Bagi Wuri, UGM sudah memiliki budaya inklusif yang telah mengakar dengan menilik pada berhasilnya para mahasiswa difabel meraih kelulusan.  "Kualitas mahasiswa tersebut tidak berbeda dengan mahasiswa nondifabel, mengikuti jalur yang sama dan mengikuti pembelajaran dengan baik hingga seluruhnya berhasil mengentaskan masa studinya," kata Wuri dalam rilis tertulis Senin (9/12/2024).

Di samping itu, Wuri berpandangan ULD memiliki kemampuan pengembangan yang terbuka lebar lantaran pimpinan universitas telah berkomitmen terhadap isu disabilitas dengan adanya konsep inklusif dalam rencana strategis UGM tahun 2022–2027. 

Akan tetapi, terdapat beberapa tantangan yang saat ini tengah diupayakan untuk dipecahkan. Salah satu di antaranya adalah kesadaran mahasiswa nondifabel terhadap penyandang disabilitas masih rendah. Tak hanya itu, UGM lanjut Wuri belum memiliki infrastruktur yang ramah difabel di seluruh wilayah kampus dan sistem informasi terkait disabilitas serta layanan yang terintegrasi.

Menyangkut topik mahasiswa disabilitas yang berkuliah di luar negeri, Alexander Farrel Rasendriya Haryono adalah salah satu yang mengenyam pendidikan di University of Leeds dengan konsentrasi Law and Social Justice. Lulusan Fakultas Hukum UGM ini mengaku tahap pendaftaran yang ia lakukan tidaklah rumit bagi penyandang disabilitas netra seperti dirinya, yakni cukup mengumpulkan berkas, tes IELTS dan personal statement yang memuat alasan memilih universitas ini. 

Farrel juga sangat terbantu dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang mengecualikan para difabel dalam tes bakat skolastik. "Kampus saya sangat proaktif terhadap difabel. Disana saya memiliki disability coordinator sehingga saya sangat terbantu dengan support darinya," ujarnya. 

Selama perkuliahan, Farrel mengatakan jika dirinya mendapat asisten pribadi yang membantu mobilisasinya dan seorang notetaker di setiap kelas yang siap siaga membantunya mencatat perkuliahan. Aspirasinya juga diwadahi dalam student pannel yang diselenggarakan tiap bulan untuk para penyandang disabilitas dan nondisabilitas. 

Perihal tantangan, Farrel mengalami masalah dengan adaptasi dan sistem pembelajaran yang berbeda. Akan tetapi, berbagai fasilitas dan tunjangan yang didapatnya dari kampus sangat membantunya. 

"Support dari keluarga, sesama orang Indonesia, dan disability services sangat memudahkan saya. Semoga UGM juga dapat menambahkan fasilitas serupa," tandasnya.

Dosen di FK-KMK UGM, Luthfi Azizatunnisa yang juga mahasiswa S-3 di London School of Hygiene and Tropical Medicine menceritakan pengalamannya menempuh studi di luar negeri. Luthfi mengambil konsentrasi Epidemiology and Population Health dan menjalani perkuliahannya menggunakan kursi roda. 

Walau memiliki keterbatasan, Luthfi mendapat berbagai fasilitas penunjang di kampus pengembangan University of London ini. Beberapa di antaranya adalah dukungan kesehatan mental, layanan konseling, asrama khusus difabel, dukungan finansial khusus difabel hingga layanan karir. Suatu hal yang menurutnya sangat menarik adalah adanya pelatihan Equality, Diversity, and Inclusion (EDI) bagi seluruh warga kampus. 

Luthfi juga menyoroti adanya asesmen awal dan perjanjian belajar yang sudah lebih baik di kampusnya. Perjanjian belajar ini memuat keterangan kebutuhan Luthfi dan sudah melekat pada sistem informasi setiap kali ia mendaftar kelas pada awal pembelajaran. 

Dalam perjanjian belajar, Luthfi menuliskan kelonggaran waktu ujian karena jari-jarinya lemah dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengetik. Luthfi juga diberikan pengenalan gedung dan mitigasi bencana khusus untuk difabel. "Saya rasa ini dapat menjadi contoh bagi UGM agar terdapat dukungan serupa," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

UNY Mengukuhkan Lima Guru Besar

UNY Mengukuhkan Lima Guru Besar

Pendidikan | 4 days ago

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Polisi Ungkap Masalah Asmara sebagai Motif Penculikan di Antapani Bandung

News
| Rabu, 11 Desember 2024, 17:27 WIB

Advertisement

alt

Mingguan (Jalan-Jalan 14 Desember) - Jogja Selalu Merayakan Buku

Wisata
| Selasa, 10 Desember 2024, 17:38 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement