Advertisement
Kongres Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik ke-42, Pendidikan Perlu Jadi Solusi Atas Persoalan Bangsa

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) menggelar kongres ke-42 di Universitas Sanata Dharma (USD), Kalurahan Caturtunggal, Depok, Sleman mulai Kamis (6/3)- Sabtu (8/3/2025). Dalam kongres ini, APTIK meneguhkan dan menegaskan posisi perguruan tinggi katolik sebagai ruang diseminasi pengetahuan dalam menjawab tantangan persoalan bangsa Indonesia.
Sekretaris APTIK, Kasdin Sihotang, mengatakan ada tiga gagasan utama yang diusung dalam kongres tersebut. Tiga tersebut, yaitu memperkuat relevansi, meneguhkan kolaborasi, dan menyatukan komitmen.
Advertisement
Kata dia, mengatakan perguruan tinggi katolik harus terus beradaptasi agar tetap bermakna dan berdaya saing, baik dalam aspek akademik, profesionalisme, maupun dalam menjawab kebutuhan sosial, ekonomi, dan spiritual masyarakat.
“Mengenai relevansi, APTIK lewat kongres merefleksikan dirinya kira-kira sebagai lembaga pendidikan apakah perlu ditingkatkan, dikembangkan, dan dikuatkan,” kata Kasdin kepada wartawan, Kamis (6/3/2025).
Menurut dia, upaya meneguhkan kolaborasi penting dalam menghadapi tantangan bersama, termasuk dalam pengelolaan universitas, riset, serta kemitraan dengan Gereja, dunia usaha, dan pemerintah.
Menyatukan komitmen berarti tetap setia pada jati diri dan misi, yaitu membentuk manusia secara utuh yang mencakup cakap secara intelektual, berkarakter, serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Ketua APTIK, Profesor Kusbiantoro, mengatakan perguruan tinggi katolik perlu menjadi lembaga pendidikan yang relevan dengan tantangan zaman. Paling tidak, ada empat tantangan yang dia sodorkan untuk direfleksikan dan dicarikan solusinya, yaitu permintaan/ demand, suplai, regulasi, dan perusahaan yang lebih memertimbangkan skil daripada gelar.
BACA JUGA: Disdikpora DIY Lakukan Penyesuaian Istilah dan Persentase Kuota SPMB
Ihwal permintaan/ demand, Kusbiantoro menyampaikan dunia industri saat ini lebih memerhatikan skil praktis daripada gelar. Tantangan kerja di masyarakat kiwari semakin tinggi. Tagar KaburAjaDulu, kata dia menjadi salah satu contoh tantangan tersebut.
“Perusahaan yang butuh lulusan perguruan tinggi permintaannya kecil. Apa antisipasi yang dapat kita ambil agar tidak ada lulusan APTIK yang menganggur. Jangan-jangan kita justru harus mempersiapkan lulusan yang siap berkarya di luar negeri dengan tetap berkontribusi kepada bangsa,” katanya.
Mengenai regulasi, Pilpres yang digelar tiap lima tahun ikut memengaruhi perubahan kebijakan per lima tahun itu. Menyikapi perubahan kebijakan dan di tengah situasi turbulensi, APTIK harus berpegang pada jati diri tanpa melanggar kebijakan yang ada.
Mengenai pembukaan program studi (prodi) yang relevan seiring perkembangan zaman, Kusbiantoro mengaku ada kesulitan regulasi yang menjerat perguruan tinggi swasta. Sebaliknya, Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) tidak tidak begitu kesulitan dalam membuka prodi baru. Sebab itu, ada harapan agar ada standar regulasi yang sama bagi PT Swasta maupun PTNBH.
Rektor USD, Romo Albertus Bagus Laksana, mengatakan perguruan tinggi katolik juga diterpa kesulitan keuangan sebagaimana dialami PTNBH. Kesulitan ini menjadi tantangan ketika jawaban muncul namun bertentangan dengan nilai-nilai Katolik.
“Tawaran Pemerintah mengenai pengelolaan tambang itu berlawanan dengan putusan Paus Fransiskus untuk proteksi lingkungan hidup. Ada godaan juga untuk perguruan tinggi,” kata Bagus.
Bagus menegaskan relevansi yang lebih dasariah adalah komitmen perguruan tinggi pada persoalan-persoalan yang menyangkut krisis lingkungan hidup global. Selain itu, indeks demokrasi pun turun. Banyak kaum muda tidak puas dinamika demokrasi selama ini, bukan hanya di Indonesia.
Pendidikan tinggi punya persoalan yang sama untuk bisa berperan dalam demokratisasi masyarakat yang berhilir pada keadilan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi.
Anggota APTIK memiliki jurusan studi lingkungan hidup, tekonologi pangan, hingga kecerdasan artifisial. Hanya, jurusan yang ada masih perlu dikembangkan. Adapun Sanata Dharma memiliki bayangan lain mengenai upaya merelevansikan keberadaan perguruan tinggi katolik dengan situasi-kondisi bangsa Indonesia, yaitu global studies.
“Kami ingin melihat kemungkinan untuk memberikan perspektif baru bukan melalui hubungan internasional, tapi global studies dalam meneropong inter dan intradisipliner persoalan global. Tinggal nanti bagaimana assamble fakultas atau dosen dengan pemerintah,” katanya.
Dia juga menyinggung bagaimana perguruan tinggi katolik ikut mengawal formasi kewarganegaraan. Pendidikan formasi atau pembinaan warga negara demokratis utamanya internal perguruan tinggi perlu dipertanyakan.
“Apakah mahasiswa kita telah menjadi warga negara yang demokratis dan sadar persoalan bangsa atau belum. Itu jangka panjang menjadi tantangan yang berat. Perlu pendampingan terus menerus, akal, knowledege, attitude agar tidak menjadi aktivis politik musiman,” ucapnya. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Mau Tiket Mudik Gratis, KAI, Pelni, ASDP, Pelindo? Berikut Link dan Cara Daftar dan Syaratnya
Advertisement
Ramadan, The Phoenix Hotel, Grand Mercure & Ibis Yogyakarta Adisucipto Siapkan Menu Spesial
Advertisement
Berita Populer
- Ini Jadwal Lengkap SIM Keliling di Sleman Bulan Maret 2025
- Jadwal dan Lokasi Bus SIM Keliling Hari Ini Kamis 6 Maret 2025 di Kota Jogja
- Imsak Hari Ini Kamis 6 Maret 2025 untuk Jogja dan Sekitarnya
- Jadwal Terbaru Kereta Api Prameks Hari Ini Kamis 6 Maret 2025
- Jadwal Salat Subuh, Zuhur, Ashar dan Waktu Mahgrib Hari Ini Kamis 6 Maret 2025
Advertisement
Advertisement