Advertisement

Lab Demokrasi bersama Bijak Memilih Inisiasi Bilik Suara Anak Muda

Media Digital
Sabtu, 09 Desember 2023 - 16:47 WIB
Maya Herawati
Lab Demokrasi bersama Bijak Memilih Inisiasi Bilik Suara Anak Muda Dua dari kiri ke kanan. Luthfy, Surani, Mada, dan Faza dalam Dialogue Bilik Suara Anak Muda di Selasar Barat Fisipol UGM, Sabtu (9/12/2023). - Harian Jogja - Sirojul Khafid

Advertisement

SLEMAN—Anak muda perlu menolak dan keluar dari banalisasi politik 2024. Menjelang pesta demokrasi, banyak calon pemimpin yang kemudian lebih banyak gimmick daripada memberikan hal yang lebih mendasar seperti ide dan gagasan. Hal tersebut disampaikan oleh Dosen Fisipol UGM, Mada Sukmajati, dalam Multi-Stakeholder Dialogue Bilik Suara Anak Muda bertema Anak Muda Mau Apa dan Bisa Apa dalam Mendorong Pemilu Berkualitas dan Berintegritas di Tahun 2024?.

Untuk bisa keluar dari banalisasi atau pendangkalan, anak muda perlu bersikap kritis. Tidak boleh apolitis dan banal dalam merespons situasi. Apabila melihat sejarah, anak muda punya banyak peran penting di Indonesia, seperti momen sumpah pemuda dan sebagainya. Namun Mada memiliki pertanyaan, di pesta demokrasi tahun 2024 ini, apakah anak muda masih sebagai subjek atau mitos?

Advertisement

“Anak muda bisa berbeda dengan kaum senior kalau dia punya tiga karakter mendasar. Pertama nilai-nilai politik yang mereka bawa, kedua motif berpolitik, dan cara berpolitik,” kata Mada, di Selasar Barat Fisipol UGM, Sabtu (9/12/2023).

Nilai politik yang anak muda bawa perlu memiliki fondasi, tidak mengambil hak orang, tidak menghalalkan segala cara, dan lainnya. Motif berpolitik anak muda juga jangan hanya berorientasikan pada kekuasaan, namun kemaslahatan rakyat. Sementara untuk cara berpolitik, perlu mengedepankan integritas, etika, dan adab.

“Apabila ketiga itu anak muda tidak punya, dan masih sama dengan seniornya, maka apa bedanya? Umur jadinya hanya sebatas angka, namun nilainya justru lebih kolot dan konservatif,” katanya.

Anggota Bijak Memilih, Try Luthfy Nugroho, mengatakan meski banyak anak muda yang kemudian berpolitik, belum tentu mereka mewakili gagasan-gagasan anak muda. Dalam memilih para pemimpin eksekutif maupun legislatif, tetap perlu kritis terhadap isu yang calon tersebut bawa.

“Tidak sesimpel memasukkan anak muda ke politik [kemudian gagasannya juga berdasarkan kepentingan anak muda], belum tentu, maka perlu mengenali rekam jejak dan isu yang diusung para calon pemimpin. Maka dari itu, Bijak Memilih hadir, berasal dari keresahan anak muda, dengan menggunakan teknologi, [Bijak Memilih] memberikan semua informasi tentang politik, parpol, pemilu, dan lainnya,” kata Luthfy.

Peran anak muda menjadi penting pada Pemilu 2024, lantaran porsinya yang mencapai lebih dari 50 persen pemilih. Penetrasi internet juga meningkat pesat di Indonesia. Meski tantangannya, literasi digital Indonesia masih rendah, berada di sekitar angka 3,5 dari 5. Maka memahami calon pemimpin menjadi hal yang ideal sebelum mencoblos di bilik suara.

Menurut Komisioner KPU DIY, Sri Surani, di samping memilih, anak muda juga perlu memilah. Bahkan sudah memilah calon pemimpin pun, ada kemungkinan kinerja mereka tidak sesuai harapan ke depannya. Sehingga sebagai masyarakat, perlu pengawalan dari awal pencalonan, pemilihan, sampai saat sudah menduduki jabatan masing-masing.

“Misal kita memilih si A sampai jadi, kita beri support informasi atau masalah yang ada di anak muda, agar dia tidak terlena pada proses administrasi anggota dewan. Kawal siapapun yang kita beri mandat, sampai mampu melaksanakan tugasnya. Pemilih yang cerdas dan bijaksana menjadi yang utama,” katanya.

Anggota Dema Fisipol UGM, Faza Shidiq, mengatakan adanya gap antara pemilih dan dewan yang terpilih menjadi salah satu kelemahan dari sistem demokrasi representatif. Sementara dalam sistem demokrasi deliberatif, masyarakat tetap bisa berkomunikasi dengan dewan. “Sistem ini akan lebih mudah kalau ada kelompok masyarakat sipil,” katanya. “Sebagai anak muda, kontribusi pada demokrasi tidak hanya saat memberikan suara di bilik saat pemilu, tapi bisa di mana saja dan kapan saja, termasuk dalam bentuk diskusi dan lainnya.”

Dialog Bilik Suara Anak Muda merupakan satu dari berbagai acara siang itu. Ada agenda lain seperti panggung orasi pemuda, hiburan stand-up comedy dan band, sampai sesi aspirasi. Penyelenggara menghadirkan ketiga tim sukses pasangan pilpres. Peserta yang kebanyakan mahasiswa dan pelajar setingkat SMA bisa bertanya pada para timses tersebut.

Penanggungjawab acara, Nur Ahmad Dzulkirom, mengatakan Dialog Bilik Suara Anak Muda sebagai wadah anak muda dalam memahami demokrasi dan juga pemilu. Para narasumber dari berbagai kalangan juga menjadi pelengkap pemahaman.

“Harapannya, teman-teman pemilih muda bisa teredukasi dengan cara ini, tahu esensi demokrasi, manfaatnya untuk mereka. Semoga juga para anak muda bisa semakin melek demokrasi dan berkontribusi penuh untuk negara, serta partisipasi pemilih di Jogja semakin meningkat,” kata Dzulkirom, mahasiswa Politik Pemerintahan UGM angkatan 2019 itu.

Acara ini merupakan kolaborasi Bijak Memilih dan Lab Demokrasi. Sebagai informasi, Lab Demokrasi merupakan komunitas anak muda yang memberikan ruang untuk belajar demokrasi dalam berbagai bentuk. Dalam rangka pesta demokrasi 2024, berbagai acara berkaitan dengan pemilu. (***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Demo Menuntut Keadian Terkait Hasto Kristiyanto Digelar di Depan PN Jakarta Selatan

News
| Kamis, 13 Februari 2025, 16:47 WIB

Advertisement

alt

Iftar Menu Nusantara dan Timur Tengah di INNSiDE Yogyakarta, Mulai dari Rp155.000

Wisata
| Selasa, 11 Februari 2025, 19:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement