Advertisement
Proyek Sekolah Rakyat untuk Warga Miskin Dianggap Kembali ke Era Kolonial

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintah Indonesia menyiapkan program sekolah rakyat. Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, mengatakan pembangunan sekolah rakyat merupakan salah satu upaya untuk memutus mata rantai kemiskinan di Tanah Air. Meski demikian kalangan aktivis pendidikan menilai sekolah rakyat laksana kembali ke era kolonial.
Secara garis besar, sekolah rakyat merupakan program pendidikan gratis dari pemerintah untuk anak-anak dari keluarga miskin. "Anak orang kurang mampu tidak boleh miskin. Kalau bapaknya pemulung, anaknya tidak boleh jadi pemulung. Kita harus berdayakan," kata Prabowo, beberapa waktu lalu.
Advertisement
Tahun ini, Prabowo menargetkan pembangunan 200 sekolah berasrama dengan seribu siswa per sekolah. Dia menekankan bahwa program sekolah rakyat bukan sekadar membangun fasilitas pendidikan, melainkan juga sebuah langkah strategis untuk memberdayakan masyarakat miskin.
BACA JUGA: Kurikulum Sekolah Rakyat Tengah Dimatangkan oleh Kemensos dan Kemendikdasmen
Dalam pidatonya, Presiden juga menyampaikan pemerintah menargetkan 53 sekolah rakyat pertama dapat diresmikan dalam tiga bulan ke depan. Menurutnya, Kementerian Sosial (Kemensos) telah memiliki sejumlah gedung yang bisa segera direnovasi untuk mempercepat realisasi program itu, sementara 147 sekolah lainnya akan menyusul dalam waktu dekat.
Prabowo menargetkan pembangunan sekolah rakyat bisa mencapai 200 unit per tahun.
Dengan demikian dalam lima tahun ke depan setidaknya ada satu sekolah rakyat di setiap kabupaten, terutama di wilayah dengan kantong-kantong kemiskinan. "Kita ingin menghilangkan kemiskinan dalam waktu secepat-cepatnya. Saya yakin ini bisa kita kerjakan," kata Prabowo.
Presiden menyatakan program sekolah rakyat tersebut merupakan bagian dari perjuangan panjang bangsa dalam membangun kesejahteraan rakyat. Ia mengatakan pentingnya kolaborasi lintas pemerintahan serta semangat persatuan dalam menjalankan program pembangunan.
Harapannya, program sekolah rakyat bisa menjadi tonggak baru dalam upaya pemerataan pendidikan dan pemberantasan kemiskinan di Indonesia. Dengan konsep pendidikan gratis dan berasrama, lulusan sekolah itu diharapkan tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki karakter kuat untuk menjadi agen perubahan guna mengubah taraf kesejahteraan keluarganya untuk terlepas dari jerat kemiskinan.
Tahap Awal
Menteri Sosial (Mensos), Saifullah Yusuf, menyatakan 45 titik siap digunakan untuk menggelar sekolah rakyat tahap pertama. "Per hari ini sudah ada 45 titik tahap pertama yang sudah siap membuka pendaftaran siswa," kata Mensos, belum lama ini.
Ia menyebutkan, 45 titik itu merupakan bagian dari 211 titik yang diusulkan sebagai lokasi pembangunan sekolah rakyat.
Adapun 164 di antaranya merupakan usulan dari berbagai pemerintah daerah yang terdiri atas 38 titik berupa bangunan dan 126 titik berupa tanah. Sementara itu, sejumlah 45 titik yang siap digunakan untuk tahap pertama pada Juli 2025 merupakan aset milik Kemensos.
BACA JUGA: Terkendala Lahan, Program Sekolah Rakyat di Gunungkidul Belum Bisa Direalisasikan
Rinciannya ialah 33 sentra, enam balai, empat IPWL, Poltekesos, dan Pusdiklatprof yang salah satunya nanti berlokasi di Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) Bekasi, dan dua titik yang diusulkan oleh perguruan tinggi. Meski demikian, Mensos mengatakan jumlah tersebut masih bisa berubah. Hal ini dikarenakan Kemensos tetap membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengusulkan lokasi strategis pembangunan sekolah rakyat.
Mensos menjelaskan Kementerian Pekerjaan Umum akan melakukan survei kelayakan terhadap lokasi yang diusulkan sebagai sekolah rakyat. "Tinggal sekarang titik-titik itu perlu disurvei kelayakannya oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Ini masih memerlukan waktu," katanya.
Tak Menggantikan Sekolah Lain
Sekolah rakyat diklaim bertujuan untuk melengkapi dan memperluas akses pendidikan bagi anak-anak yang belum bersekolah. Sehingga tidak ada tujuan untuk menggantikan sekolah-sekolah yang sudah ada.
Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, M. Nuh, mengatakan salah satu prinsip utama dalam pendirian sekolah rakyat adalah menjangkau anak-anak yang selama ini belum memiliki akses ke sekolah, baik karena kendala ekonomi, geografis, maupun faktor sosial lainnya. Pemilihan ini didasari oleh hal-hal yang tercantum dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Oleh karena itu, katanya, pemetaan daerah dilakukan dengan cermat untuk memastikan bahwa SR tidak mengambil jatah sekolah lain, melainkan hadir di lokasi yang memang membutuhkan intervensi pendidikan. Dengan pendekatan ini, Nuh mengatakan sekolah rakyat tidak akan mengganggu sistem pendidikan yang sudah berjalan, tetapi justru menjadi solusi bagi daerah-daerah dengan angka putus sekolah yang tinggi.
Menurutnya, strategi yang terstruktur dan pendekatan yang berbasis kebutuhan masyarakat diharapkan dapat menjadi solusi nyata dalam mempercepat pemerataan pendidikan di Indonesia. Agar siswa dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan belajar, dia melanjutkan, program matrikulasi selama satu bulan akan diterapkan sebelum tahun ajaran baru dimulai.
“Matrikulasi ini penting untuk membekali siswa dengan kesiapan mental, sosial, dan akademik, sehingga mereka bisa mengikuti pembelajaran formal dengan lebih baik,” kata Nuh, belum lama ini.
Sementara itu, guru yang terpilih akan menjalani pelatihan khusus dengan fokus pada empati sosial, sehingga mereka mampu mendidik dengan pendekatan yang lebih inklusif dan memahami kebutuhan anak-anak yang datang dari berbagai latar belakang sosial. “Kami ingin memastikan bahwa tenaga pendidik yang direkrut tidak hanya memiliki kompetensi akademik, tetapi juga empati sosial yang tinggi, sehingga mereka bisa memahami kondisi siswa dan mendukung mereka secara optimal,” katanya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Robben Rico, menjelaskan guna menjaga kesinambungan dan keberlanjutan program, guru dan tenaga pendidik akan direkrut dari daerah sekitar sekolah. “Hal ini bertujuan untuk memastikan adaptasi sosial yang lebih baik, sekaligus memperlancar distribusi tenaga pendidik di wilayah-wilayah yang membutuhkan,” katanya.
Selain itu, dia melanjutkan, kepala sekolah akan berperan sebagai manajer proyek di setiap titik pendidikan, guna memastikan efektivitas pembelajaran serta keterlibatan masyarakat dalam mengelola sekolah.
Kembali ke Era Kolonial
Ide sekolah rakyat dianggap kalangan aktivis seperti mengembalikan masyarakat Indonesia ke era kolonial. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan kehidupan di zaman itu kental dengan diskriminatif dan terkotak-kotakan berdasarkan kelas sosial.
Sekolah rakyat, kata Ubaid, akan memperkuat masalah ketimpangan kelas dan juga memperburuk kesenjangan akses pendidikan yang berkeadilan bagi seluruh anak Indonesia. “Hak itu yang dilindungi oleh UUD 1945. Kita sudah merdeka dan punya pasal 31 UUD 45, tapi kenapa kebijakan pendidikan kita malah kembali ke era kolonial,” kata Ubaid, beberapa waktu lalu.
Pendidikan di masa kolonial, lanjutnya, begitu eksklusif dan dibedakan berdasarkan kelas sosial. Misalnya ada sekolah khusus anak-anak elite berkewarganegaraan Belanda. Ada pula sekolah bagi kelas bangsawan pribumi. Ubaid melihat wacana membangun sekolah rakyat besutan pemerintah sama saja dengan kembali mengkotak-kotakkan pendidikan seperti di era penjajahan.
Di sisi lain, Ubaid menyoroti pula sekolah khusus orang-orang kaya yang biasanya memakai embel-embel sekolah unggulan. Pasalnya, mayoritas anak-anak dari orang kaya berpotensi lebih unggul daripada anak-anak keluarga miskin yang hidup dalam segala keterbatasan. Program sekolah rakyat Ubaid nilai lebih kentara unsur pencitraannya, yang serba instan dan tidak menjawab masalah akses pendidikan di Indonesia yang belum berkeadilan.
Saat ini, anak-anak Indonesia yang tidak sekolah, jumlahnya diperkirakan mencapai jutaan orang dan menyebar pada seluruh daerah. Ia tak yakin sekolah rakyat bisa menjawab tantangan persoalan ini. Semestinya pemerintah membuat kebijakan strategis dan terstruktur baik, alih-alih kebijakan instan. Padahal, rakyat menginginkan semua sekolah itu kualitasnya unggulan alias terjamin mutunya dengan baik. Jadi sekolah di mana saja adalah sekolah terbaik.
“Paling nanti ada sekolah rakyat, dielu-elukan pemerintah sudah pro-rakyat kecil. Padahal, yang mampu ditampung di sekolah itu hanya ratusan atau ribuan, padahal anak yang tidak bisa sekolah itu jumlahnya jutaan,” kata Ubaid.
Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menilai di zaman kolonial, Sekolah Rakyat dibangun di Indonesia karena ketiadaan sekolah bagi masyarakat. Oleh karena itu dibentuk sekolah yang bisa dijangkau seluruh orang. Begitupun saat era Orde Baru, kata Iman, didirikan SD Inpres di daerah 3T. Maka, mendirikan sekolah khusus menampung anak-anak keluarga miskin saat ini, justru dipertanyakan urgensinya.
Dari data rekap nasional semester ganjil tahun ajaran 2024/2025 per 1/9/2024 lalu, tercatat ada 439.784 sekolah yang tersebar di Indonesia. Jenjang pendidikan yang dicakup, meliputi PAUD, PKBM&SKB, SD, SMP, SMA, SMK dan SLB. Adapun jumlah peserta didiknya tahun ajaran 2024/2025, mencapai 52.913.427 siswa. Menurut Iman, pemerintah tidak perlu lagi membentuk sekolah baru karena jumlahnya sudah banyak.
“Karena menurut kami jumlahnya sudah sangat banyak. Dan kalau berbentuk boarding school ya ini sudah banyak di Indonesia yang seperti dibuat yayasan-yayasan Katolik, yayasan protestan, hingga pondok pesantren,” kata Iman.
BACA JUGA: Sekolah Rakyat Berasrama Akan Dibangun Seyegan Sleman
Pemerintah lebih bijak membantu intervensi kebutuhan sekolah yang sudah ada, lanjut Iman, terutama sekolah alternatif yang sudah dibangun swasta untuk menyediakan akses pendidikan inklusif bagi masyarakat. Hal ini dinilai jauh lebih efisien dan efektif dilakukan.
Iman menilai, pemerintah perlu berkaca dari persoalan sekolah residensi yang didirikan di Kanada. Jadi pemerintah Kanada saat itu membuat sekolah asrama bagi warga lokal, yang berasal dari suku-suku lokal. Alhasil, yang terjadi justru siswa-siswi sekolah tersebut dicabut dari akar kebudayaan lokal mereka.
Seharusnya tidak ada istilah sekolah yang didirikan khusus bagi anak-anak keluarga miskin. Itulah mengapa, Iman memandang pemerintah harus melihat historis Sekolah Rakyat. Sekolah Rakyat zaman itu, muncul karena masyarakat pribumi yang ingin menyekolahkan anaknya, tidak terakomodasi oleh sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial.
“Tidak ada istilah sekolah khusus anak-anak tidak mampu. Karena sekolah negeri itu difungsikan untuk semua anak di Indonesia dan memiliki hak serta kesempatan yang sama,” kata Iman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Lokasi Pembangunan Subway Bawah Tanah Runtuh di Korea Selatan, Pencarian Korban Dihentikan
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal KA Prameks Hari Ini, Sabtu 12 April 2025, dari Stasiun Tugu Jogja hingga Kutoarjo Purworejo
- Jadwal Layanan SIM di Bantul Terbaru, Sabtu 12 April 2024
- Jadwal KA Bandara Jogja Terbaru Hari Ini, Sabtu 12 April 2025, Naik dari Stasiun Tugu Jogja hingga YIA
- Cek Jadwal dan Lokasi SIM Keliling di Kulonprogo pada Sabtu Malam, 12 April 2025
- Jadwal dan Tarif DAMRI ke Bandara YIA dan Sekitarnya
Advertisement