Wisuda Jangan Wisuda, Kalau Tiada Artinya
Advertisement
Wisuda untuk sekolah tingkat TK sampai SMA sia-sia dan tidak ada urgensinya. Justru perayaan yang terlalu mewah bisa berpengaruh buruk pada perkembangan karakter anak. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Sirojul Khafid.
Anak-anak dengan pakaian adat Jawa memenuhi sebuah ruangan di salah satu Taman Kanak-Kanak (TK) di Sleman. Ada juga anak yang mengenakan baju khas India dan seragam lainnya. Di samping agenda resmi, beberapa anak dan orang tua spontan menari India. Awalnya beberapa ibu menari. Tak lama berselang, dengan sedikit malu-malu di awal, anak-anak mengikuti. Semakin lama, keadaan semakin mencair, semua terlihat senang.
Advertisement
Tari-tari itu bagian dari acara tutup tahun. Icha Pertiwi yang menjadi panitia seksi acara juga memiliki anak yang belajar di TK itu. Dia hanya perlu membayar Rp100.000 untuk baju dan make up. Tidak ada prosesi wisuda seperti anak-anak yang lulus kuliah. Bahkan acara tutup tahun atau perpisahan anaknya yang lulus SD di Sleman tidak ada pungutan biaya sama sekali.
“Tidak penting [acara wisuda untuk anak-anak]. Menurut saya, wisuda itu hanya untuk kalangan mahasiswa, sebagai tanda berakhirnya masa tempuh study menuju ke suatu pekerjaan. Lebih baik acara perpisahan TK, SD, SMP, dan SMA itu tidak perlu menggunakan baju wisuda atau toga layaknya mahasiswa, mayoritas memakai baju adat Nusantara,” kata Icha, Rabu (21/6/2023).
Momen kelulusan sekolah kedua anaknya yang menyelenggarakan pentas seni dan berbiaya murah tidak memberatkan. Akan berbeda urusan apabila berlangsung dengan segala prosesi wisuda, apalagi di hotel mewah. Biaya kelulusan anak yang cukup berat pernah Prila Sekar Mutia rasakan. Dia punya tiga anak setingkat SD di Sleman, yang salah satunya belum lama ini lulus.
Baca juga: PVMBG Ungkap Gempa Mag 6,4 Bantul Disebabkan Aktivitas Sesar Aktif, Ini Dampaknya
Dia perlu mengeluarkan total biaya sekitar Rp620.000. Biaya tersebut untuk serangkaian prosesi wisuda, pembuatan buku tahunan, seragam, sampai kenang-kenangan. Itu baru biaya yang terencana, belum lagi misal membeli bunga atau foto dadakan di lokasi wisuda. “Kalau buat saya cukup memberatkan, saya sendiri single parent, harus rawat tiga anak,” kata perempuan berusia 40 tahun ini.
Sementara bagi Prila, acara wisuda untuk anak-anak tidak begitu penting. Dia melihat pola wisuda di sekolah hanya ikut-ikutan trend. Mungkin dulu dimulai dari sekolah yang notabene kelas menengah ke atas. Lambat laun, banyak sekolah yang mengikuti. Alhasil saat ini, wisuda anak TK dan SD saja sudah ribet dengan banyak urusan.
Prila lebih sepakat kelulusan anak berupa acara biasa saja. Tidak harus di tempat yang mewah, namun cukup di kelas dengan pembagian ijazah dan apresiasi bagi yang berprestasi. Sementara acara perpisahan cukup dengan pentas seni atau sejenisnya.
“Mending seperti zaman dulu aja, biasa aja, enggak usah pakai wisuda. Belum nyewa ini itu, apalagi cewek harus make up juga, nambahin biaya. Habis itu masih harus daftar sekolah [baru di jenjang berikutnya], biaya juga, lebih baik biaya untuk daftar sekolah [selanjutnya], lebih manfaat di situ,” katanya.
Agar hal ini tidak menjadi kebiasaan atau keharusan, Prila berpendapat perlu adanya aturan dari pemerintah. Aturan yang membatasi atau meniadakan acara wisuda untuk anak setingkat TK, SD, atau SMP. “Karena kalau tanpa aturan atau larangan dari pemerintah, rasanya keluhan kami jadi sekadar angin lalu,” katanya.
Dan memang, belum ada aturan yang detail terkait wisuda, membuat dinas pendidikan daerah tidak bisa melarang atau mewajibkan. Kepala Dinas Pendidikan Sleman, Ery Widaryana, mengatakan acara wisuda di sekolah tidak bersifat wajib, sifatnya opsional. "Enggak ada aturannya, wisuda itu opsional sekolah dan orang tua. Kami tidak mengharuskan dan tidak bisa melarang," katanya.
Apabila acara wisuda dan sejenisnya dianggap memberatkan murid atau orang tua murid, maka tidak perlu mengikuti acara tersebut. "Boleh saja [tidak ikut wisuda]," kata Ery.
Tidak Ada Urgensinya
Bukan saya anggap kurang penting, Ketua Dewan Pendidikan DIY, Sutrisna Wibawa mengatakan kegiatan wisuda untuk jenjang TK, SD, SMP, dan SMA merupakan kegiatan yang sia-sia dan tidak ada urgensinya. Bahkan Sutrisna kaget melihat tradisi wisuda yang merupakan adopsi dari budaya Barat, penanda selesainya pembelajaran ini, semakin marak di sekolah-sekolah.
“Seperti latah begitu,” kata mantan Rektor UNY ini. “Tidak ada urgensinya wisuda di sekolah, sebenarnya tidak perlu ada. Di perguruan tinggi saja tidak wajib, jadi kalau tidak bisa ikut wisuda ya tetap lulus, tetap dapat ijazah karena cuma seremonial.”
Apalagi acara wisuda sampai memberatkan orang tua siswa, maka perlu dipertimbangkan lagi penyelenggaraannya. Misalpun tetap berlangsung, wisuda anak perlu dibuat seefisien mungkin. Tidak perlu menyewa gedung dan sebagainya, cukup di sekolah saja.
Psikolog Pendidikan, Bernandette Cindy Leo, mengatakan istilah wisuda juga kurang tepat untuk acara kelulusan setingkat TK sampai SMA. Istilah tersebut bisa diganti dengan kata yang lebih mudah dipahami anak-anak, seperti apresiasi belajar, perayaan kelulusan, atau lainnya.
Prosesi kelulusan juga tidak perlu terlalu mewah untuk anak. Kebiasaan seperti ini bisa berpengaruh terhadap pembangunan karakter. Bukan tidak mungkin, di masa ke depannya, anak kurang bisa menghargai apresiasi yang bentuknya sederhana. "Jika sejak kecil anak sudah diperkenalkan dengan apresiasi harus mewah, efeknya jadi tidak bisa menghargai hal-hal kecil," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Puncak Arus Mudik Liburan Natal Diprediksi Terjadi pada 24 Desember
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Liga 1 Besok, PSS Jamu PSBS Biak, Ini Head to Head Kedua Tim
- KPU Bantul Mulai Mendistribusikan Undangan Nyoblos di Pilkada
- KPU Bantul Pastikan Pemilih Tidak Memenuhi Syarat Telah Dicoret dari DPT
- KPU Sleman Memprediksi Pemungutan dan Perhitungan Suara di TPS Rampung Maksimal Jam 5 Sore
- Indeks Masih Jomplang, Penguatan Literasi Keuangan Sasar Mahasiswa UGM
Advertisement
Advertisement