Advertisement

Sukarelawan GTS Temukan Fakta Siswa di DIY Alami Kebosanan dengan Pembelajaran di Sekolah

Sunartono
Rabu, 21 Mei 2025 - 08:32 WIB
Sunartono
Sukarelawan GTS Temukan Fakta Siswa di DIY Alami Kebosanan dengan Pembelajaran di Sekolah Sukarelawan Gerakan Turun Sekolah (GTS) yang didominasi anak muda menemukan fakta bahwa anak sekolah mengalami kebosanan dengan sistem pembelajaran sekolah. - Istimewa.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sukarelawan Gerakan Turun Sekolah (GTS) yang didominasi anak muda menemukan fakta bahwa anak sekolah mengalami kebosanan dengan sistem pembelajaran sekolah. Fakta itu ditemukan setelah 90 sukarelawan terjun langsung ke 11 sekolah dengan menyasar 600 siswa di wilayah DIY rentang waktu 7-9 Mei 2025.

Gerakan Turun Sekolah (GTS) merupakan program baru yang digulirkan oleh sebuah organisasi nirlaba Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang didirikan oleh Dosen UGM Muhammad Nur Rizal.

Advertisement

Salah satu sukarelawan GTS Eunike Sekar menjelaskan fakta yang ditemukan di lapangan tersebut membuktikan bahwa sejumlah kebijakan pemerintah belum sepenuhnya menjawab kebutuhan para siswa. Karena dari temuannya, para siswa cenderung bosan dan menginginkan suasana belajar di sekolah yang lebih menyenangkan.

BACA JUGA: Gowes dan Reresik Lingkungan Sekolah Peringati Hardiknas 2025

"Jadi mereka [siswa] datang ke sekolah hanya sekadar rutinitas [bagi mereka] membosankan. Misalnya ada yang tidak suka dengan gurunya dan sekolah dianggap kurang menyenangkan. Karena mungkin sekolah gagal memberikan ruang-ruang yang cocok dan menyenangkan bagi siswanya," katanya dalam diskusi, Selasa (20/5/2025).

Sukarelawan GTS lainnya Aliya Zahra menambahkan salah satu kebutuhan para siswa, khususnya di sekolah pinggiran adalah wawasan tambahan dan sosok yang menginspirasi. Kondisi ini belum sepenuhnya didapatkan siswa, karena faktanya ia menemukan beberapa siswa yang belum bisa menjawab, ketika ditanya soal mimpi dan cita-citanya. Selain itu mereka masih takut untuk bermimpi terlalu tinggi.

"Bahkan ketika ditanya cita-cita apa, jawabnya kerja di rumah sakit. Saya berfikirnya jadi dokter atau perawat, tetapi ternyata dia [mereka] ingin jadi pekerja yang bersih-bersih di rumah sakit, oke tentu kita menghargai jawaban itu. Tetapi ketika mereka berani bercita-cita lebih tinggi, tentu akan lebih baik. Mungkin mereka kekurangan sosok yang inspiratif di lingkungannya," ujarnya.

Oleh karena itu ia merekomendasikan agar proses pembelajaran lebih diperbanyak dengan berdiskusi atau berbicara tentang apa pun dan mengurangi cara belajar yang mengarah ke strategi satu arah atau sekadar ceramah berkepanjangan. "Mungkin bisa semacam podcast atau ngobrol apa saja, sehingga mereka itu mendapatkan wawasan, tidak sekadar pembelajaran mendalam saja," ujar Aulia Afna sukarelawan GTS lainnya.

Pendiri GSM Muhammad Nur Rizal berharap sukarelawan GTS bisa terus mengungkap keprihatinan sektor pendidikan di level akar rumput. Soal fakta terkait kebosanan yang dialami siswa itu memang sudah sangat klasik dan sampai saat ini belum bisa terpecahkan. Karena selama ini sekolah jarang mengedepankan dialektika.

Padahal dialektika sangat penting diterapkan di sekolah karena erat kaitan dengan kehidupan sehari-hari. Melalui dialektika, siswa bisa mengoreksi dirinya sekaligus mendapatkan inspirasi dari lawan bicaranya dan mampu menemukan mimpinya.

"Bayangkan saja ketika anak muda sudah tidak mampu bermimpi, kemudian dialektika tidak terjadi di ranah pendidikan khususnya sekolah. Bukan tidak mungkin, bonus demografi ke depan itu akan menjadi bencana demografi," ucapnya.

BACA JUGA: Siap-siap! Pemerintah Bakal Buka Rekrutmen Kepala Sekolah, Guru hingga Tenaga Kependidikan untuk Sekolah Rakyat

Oleh karena itu, ia menyarankan agar dunia pendidikan harus kembali ke akarnya seperti memberikan kebebasan berfikir, memberikan ruang keberagaman sehingga bisa saling menghargai dan berdialektika. Guru di kelas harus berposisi bukan sekadar transfer pengetahuan tetapi penumbuh karakter dan budi pekerti yang bisa membangkitkan potensi siswa.

"Jika model yang dipakai seperti itu kita tidak akan ribet dengan ulangan dan ujian karena kurikulum yang dipakai adalah guru itu sendiri, sehingga ulangan dan ujiannya ya berasal dari guru," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Profil Iwan Kurniawan Lukminto, Dirut Sritex yang Ditangkap Kejagung

News
| Rabu, 21 Mei 2025, 14:37 WIB

Advertisement

alt

Berikut Sejumlah Destinasi Wisata Berbasis Pedesaan di Bantul

Wisata
| Jum'at, 16 Mei 2025, 14:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement