Advertisement

Promo November

Menghilangkan Kekerasan pada Anak dan Perempuan

Sirojul Khafid
Rabu, 07 Agustus 2024 - 08:37 WIB
Sirojul Khafid
Menghilangkan Kekerasan pada Anak dan Perempuan Foto ilustrasi. - Reuters

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Kasus aduan kekerasan terhadap anak dan perempuan tahun 2023 mencapai 29.883 kasus. Pelaku terbanyak termasuk dari lingkungan keluarga, sektor yang harusnya memberikan keamanan.

Data tersebut berdasarkan SIMFONI PPA atau Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak. Dari total kasus tersebut, korban laki-laki mencapai 6.332 orang dan korban perempuan sebanyak 26.161 orang.

Advertisement

Adapun provinsi dengan korban kekerasan perempuan terbanyak di Indonesia yaitu Jawa Barat dengan 1.660 orang. Begitupun dengan provinsi dengan korban kekerasan anak terbanyak, berada di Jawa Barat dengan jumlah 2.473 orang.

Dalam peringatan Hari Anak Nasional 2024 yang jatuh pada 23 Juli 2024 ini, mengingatkan pada masyarakat pentingnya upaya mengurangi, bahkan menghilangkan kekerasan di Indonesia. Berapapun jumlahnya, kekerasan tetap tidak bisa ditolerir. Terlebih apabila kekerasan terjadi di ruang yang seharusnya memberikan keamanan bagi anak dan perempuan.

Pjs. Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Lia Latifah, mengatakan pelaku kekerasan terhadap anak umumnya adalah orang-orang terdekat dari anak, seperti ayah/ibu kandung, ayah/ibu tiri, paman, dan guru. Sebagian besar kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan berasal dari keluarga kelas menengah. "Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi di keluarga kelas bawah dan keluarga kelas atas, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak dari keluarga menengah," katanya, beberapa waktu lalu.

Penanganan masalah kekerasan terhadap anak harus menjadi prioritas bersama. "Dibutuhkan kesadaran orang tua, guru, kepedulian masyarakat, dan peran pemerintah," katanya.

Komnas PA juga meminta para orang tua agar bisa menahan diri untuk tidak melampiaskan kekesalan terhadap anak, mengingat kasus kekerasan anak didominasi oleh pelaku dari lingkungan keluarga. Masyarakat pun diminta untuk ikut mengawasi jika di lingkungannya terjadi kekerasan terhadap anak. "Masyarakat hendaknya berani melapor," kata Lia Latifah.

Terjadi Juga di Ranah Daring

Kekerasan pada anak dan perempuan tidak hanya secara langsung, namun juga melalui daring. Internet dan media sosial berpotensi menjadi sarana munculnya tindakan kekerasan dan eksploitasi.

Berdasarkan data SAFEnet Indonesia, pada 2024 kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Indonesia naik empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 118 kasus di triwulan I 2023 menjadi 480 kasus pada triwulan I 2024. Korban KBGO pada rentang usia 18-25 tahun menjadi kelompok terbanyak, yaitu 272 kasus atau 57 persen dan diikuti anak-anak rentang usia di bawah 18 tahun dengan 123 kasus atau 26 persen.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengatakan pentingnya mendorong perempuan dan anak Indonesia agar lebih sadar dalam memanfaatkan teknologi digital secara tepat. Perempuan dan anak perlu mendapat bekal kemampuan literasi digital yang baik, agar mampu melindungi diri sendiri dari berbagai kejahatan dunia digital.

“Termasuk untuk melindungi anak dan keluarganya saat mereka beraktivitas di dunia digital dan media sosial,” kata I Gusti Ayu, beberapa waktu lalu. “Kasus yang muncul terkait dengan pelecehan dan eksploitasi seksual perempuan maupun anak secara online hingga penyebaran konten intim non-konsensual merupakan salah satu bentuk KBGO yang mudah terjadi, bisa dialami siapapun, tetapi sangat minim solusi yang berkeadilan.”

Pendampingan Sampai Tuntas

Pendampingan pada kasus kekerasan anak dan perempuan perlu berlangsung hingga tuntas. Apabila setengah-setengah, korban berpotensi tidak pulih, sementara pelaku bisa bebas dari hukuman. Dalam beberapa kasus kekerasan terhadap anak, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut bahwa mereka mendampingi perkara hingga selesai.

Salah satu contohnya dalam penanganan kasus kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI). "Kasus SPI menjadi yurisprudensi bagi penegakan hukum di Indonesia dimana kasus kekerasan seksual yang terjadi 10 tahun lalu bisa dibuktikan dan dihukum. Pelaku kekerasan seksual, yakni pemilik sekolah SPI dihukum delapan tahun penjara," kata Pjs. Ketua Umum Komnas PA, Lia Latifah.

Selain itu, Komnas PA juga mendampingi korban hingga selesai terhadap sejumlah kasus anak yang lain, di antaranya kasus pembunuhan di Sorong. Lia mengatakan dalam kasus ini, Komnas PA mendampingi anak yang menjadi saksi kunci yang melihat pembunuhan ayahnya. "Komnas PA secara intensif mendampingi anak dalam proses hukum untuk didengar kesaksiannya oleh hakim di Pengadilan Negeri Sorong. Pelaku adalah ibu kandung sang anak, divonis 20 tahun penjara," katanya. 

Kasus lainnya adalah kasus Syarifah Fadiyah Alkaff di Jambi. Syarifah adalah siswi SMP di Jambi yang mengkritik Pemkot Jambi dan perusahaan China, sebagai imbas kerusakan rumah neneknya. "Komnas PA berhasil membawa Syarifah bertemu dengan Gubernur Jambi untuk memperjuangkan rumah nenek dan buyutnya yang rusak dan hampir roboh akibat truk perusahaan yang lewat setiap hari di depan rumahnya," kata Lia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

BMKG Imbau Masyarakat Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem Periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

News
| Minggu, 24 November 2024, 08:57 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement