Advertisement

Guru Bumi, Ciptakan Mainan Ramah Anak

Sirojul Khafid
Rabu, 28 Agustus 2024 - 08:57 WIB
Sunartono
Guru Bumi, Ciptakan Mainan Ramah Anak Guru Bumi kini beranggotakan lima orang. Mereka yang kebanyakan memiliki skill desain grafis mengembangkan berbagai jenis produk. - Istimewa.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Permainan, dalam jenis dan cara yang tepat, bisa menjadi alat untuk anak-anak belajar banyak hal. Dengan permainan pula, anak dengan kebutuhan khusus bisa lebih mudah mencerna informasi.

Saat berusia empat tahun, pendengaran Nathania Tifara terganggu. Penyakit meningitis membuat pola komunikasi, termasuk di dalamnya belajar, menjadi berbeda. Kala itu Nathania masih berada di Amerika Serikat. Buku penunjang pendidikan cukup memadai, dengan konten yang lebih banyak berupa visual.  

Advertisement

Sekitar tahun 90-an, keluarga Nathania pulang ke Indonesia. Pola belajar dengan buku visual ternyata cukup menantang. Berbeda dengan di Amerika, buku sejenis masih jarang di Indonesia. Akhirnya ibu Nathania harus membeli mainan pembelajaran dari luar negeri.

BACA JUGA : Disbud DIY Rilis Lima Film Angkat Kebudayaan Jogja

“Ibuku nyari buku dari luar negeri, kemudian di-fotocopy, diganti Bahasa Indonesia buat belajar Bahasa Indonesia. Beberapa alat juga dibuat sendiri, seperti kartu yang digambar dengan spidol,” kata Nathania, dikutip Harianjogja.com, Rabu (28/8/2024).

Kedekatan Nathania dengan gambar membawanya kuliah jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) di Universitas Pelita Harapan, Tangerang. Selepas lulus, dia bekerja di agensi dan Majalah Bobo sebagai desainer grafis. Pekerjaan ini membuatnya dekat dengan dunia anak dan guru. Dalam perjalanannya, Nathania tahu salah satu masalah di dunia pendidikan anak berupa bahan ajar dan mainan yang terbatas. Misalpun ada, kualitasnya tidak sama dengan di luar negeri.

Tidak hanya mahal, impor mainan juga membuat konten tidak selaras dengan kondisi di Indonesia. Misal gambar polisi. Di Amerika, seragam polisi berwarna biru, sementara di Indonesia berwarna coklat. Anak justru menjadi bingung. Bermodalkan pengalaman masa lalu, serta kebutuhan masa kini, disandingkan dengan kemampuan yang selaras, Nathania kemudian membuat mainan yang ramah segala jenis anak

Berawal dari Kartu Kuartet

Nathania mulai terpikir membuat mainan untuk anak. Fungsinya untuk belajar sekaligus wahana hiburan. Nathania mengajak beberapa teman lainnya untuk bergabung. Mereka membuat kartu kuartet tahun 2016. Isinya berupa huruf abjad beserta contoh penggunaan dalam kata dan visualisasinya. Adapula kartu kuartet bertema budaya Indonesia.

“Kami beranikan diri memperlihatkan produk itu ke pasar, meski waktu itu belum paham bisnis, promosi, dan lainnya. Awalnya berkunjung ke sekolah-sekolah,” kata perempuan berusia 35 tahun ini.

“Barulah pada 2018 ada nama Guru Bumi.”

Guru Bumi kini beranggotakan lima orang. Mereka yang kebanyakan memiliki skill desain grafis mengembangkan berbagai jenis produk. Adapun jenis produknya, semua akan merujuk pada tema kelokalan Indonesia, literasi dini, dan lingkungan. Mereka juga berkolaborasi dengan seniman atau tenaga teknis lain. Meski ada banyak kolaborasi, namun temanya tetap merujuk pada tiga hal tersebut.

Dalam setiap memproduksi mainan pembelajaran, Guru Bumi berupaya menjangkau kebutuhan semua jenis anak, baik umum maupun difabel. Salah satunya dengan desain yang simpel, ukuran besar, dan kalimat yang sederhana. Tantangannya adalah membuat mainan pembelajaran yang bisa mewadahi anak-anak segala umur, juga membuat senang orang tuanya.

Meski ini mainan untuk anak, orangtua juga perlu suka. Orang tua nantinya akan menemani anaknya bermain. Dalam perjalanannya, justru banyak mahasiswa serta orang dewasa dan orangtua yang membeli beberapa produk Guru Bumi. Mereka biasanya membeli kartu kuartet.

BACA JUGA : Pulang ke Solo, Jokowi Ajak Cucu ke Mal Solo Paragon

Kini produk di Guru Bumi sudah beragam. Dari kartu kuartet, buku cerita, peta magnetic budaya Indonesia, poster baju adat, hingga kardus berupa mainan karakter. Harga produk di Guru Bumi mulai Rp35.000 sampai Rp375.000. “[Kami tidak memasang harga] murah, tapi worth it. [Biaya] untuk membeli sama dengan yang didapatkan,” kata Nathania.

Guru di Bumi

Produk dari Guru Bumi berasal dari riset hingga percobaan. Beberapa produk cukup lama waktu pengembangan hingga selesai. Seperti tujuan awalnya, Guru Bumi ingin produknya ramah untuk segala usia dan kalangan. Sehingga perlu perencanaan dan pengembangan yang matang.

“Sebagai orang [yang berkarya di bidang] kreatif, saya berharap anak Indonesia bisa mendapatkan permainan yang bervariasi dan sesuai dengan keseharian mereka. Guru Bumi [berusaha] agar Indonesia punya budaya edukasi yang berkualitas, enggak melulu beli [produk] dari luar negeri,” katanya.

Seperti namanya, kata Guru sebagai upaya membuat semua orang bisa menjadi guru. Melalui mainan pembelajaran ini pula, anak bisa lebih mengenal alam dan unsur lainnya. Sementara kata Bumi sebagai representasi sumber pengetahuan di Bumi yang melimpah dan tidak terbatas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

WNI Korban TPPO di Kamboja Diduga Jadi Operator Judi Online

News
| Sabtu, 14 September 2024, 22:57 WIB

Advertisement

alt

Kawah Ijen Mulai Dibuka Kembali, Ini SOP Pendakiannya

Wisata
| Sabtu, 07 September 2024, 21:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement