KK Book Rental: Menanam Imajinasi dari Lembaran Komik
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Akan ada suatu masa, nilai pekerjaan jauh lebih penting dari nominal keuntungan. KK Book Rental ingin merawat imajinasi masyarakat dengan segala koleksi komik dan novelnya.
“Persewaan [komik dan novel di Jogja] tinggal kami aja,” kata Teddy, pemilik KK Book Rental, Kota Jogja, Rabu (28/8/2024). “Apa yang kami lakukan sekarang seperti setitik air di padang gurun, mungkin hanya menetes dan langsung menguap, enggak ada efeknya. Tapi paling enggak kami berusaha.”
Advertisement
Banyak anggapan, maraknya internet menjadi biang kerok menurunnya minat membaca buku fisik. Bisa jadi memang ada pengaruhnya, meski Teddy tidak sepakat sampai sebesar itu. Buktinya, tingkat baca Indonesia sejak puluhan tahun lalu sampai sekarang, masih berada di peringkat kedua terbawah di dunia. Tingkat literasi sama saja, banyak orang yang hanya membaca berita sepenggal, kemudian lebih mengedepankan emosinya di kolom komentar.
Teddy lebih menganggap naik turunnya pembaca buku sebagai bagian dari gaya hidup. Dahulu, saat belum marak ponsel atau mal, salah satu alternatif gaya hidup berupa membaca buku. Kemudian gaya hidup bergeser ke mal, café, internet, dan seterusnya. “Tapi jumlah pembaca [yang sebenarnya] tetap sedikit, wajar kalau rental buku cuma tinggal kita aja,” katanya.
Pendapat Teddy tidak muncul tanpa dasar. Dia sudah memulai KK Book Rental sejak 1992. Teddy paham pola masyarakat bersinggungan dengan buku. Bermula dari suka membeli dan membaca komik, dia kemudian membuka persewaan di sebelah rumah. Koleksi komiknya cukup banyak, dan memutuskan memulai persewaan saat kelas 3 SMA.
Tidak lama berselang, dari samping rumah, dia pindah ke ruko sebelah jalan raya di Baciro, Gondokusuman, Kota Jogja. Di posisi ini, Teddy sudah mempekerjakan penjaga toko. Dia nyambi kuliah dan kerja lainnya. Meski saat menyewa ruko, Teddy sempat tertipu. Dia bertemu orang, yang dikira sebagai pemilik ruko. Teddy langsung bayar lunas untuk sewa dua tahun.
“Ternyata dia nyewa juga. Setelah saya bayar, ternyata enggak sampai dua bulan, kontrak ruko itu udah habis. Akhirnya ketemu sama pemilik asli, nego, terus boleh dicicil. Dulu udah bayar untuk dua tahun sekitar Rp750.000. Tahun 1992 itu, harga bensin masih Rp500,” kata Teddy.
Masa Depan Imajinasi
Teddy membuka persewaan komik di momen yang tepat. Di tahun itu, komik Jepang sedang banyak peminatnya. Ada peralihan dari komik Eropa ke Jepang. Akan berbeda cerita apabila persewaan Teddy berdiri sebelum atau sesudah momen itu.
Meski sama-sama buku, kala itu membaca komik sering mendapat stigma kurang baik. Seakan membaca haruslah buku pelajaran atau pendidikan. Maka tidak heran, buku yang ada di perpustakaan sekolah atau daerah, kebanyakan buku pelajaran.
Stigma buruk membaca komik juga berasal dari generasi yang berbeda. Teddy bercerita, tahun 1970-an, banyak komik Indonesia yang menampilkan gambar vulgar. Gambar pembunuhan sadis, kekerasan, dan sebagainya. Kata-katanya juga tidak semuanya ramah di telinga.
“Apa yang jadi pengalaman orang tua itu dibawa ke anaknya. Padahal zaman berubah. Awal-awal komik Eropa dan Jepang masuk Indonesia enggak ada saru-sarunya,” kata Teddy, yang saat ini berusia 50 tahun.
Padahal melalui komik dan novel, imajinasi anak bisa bertumbuh. “Bangsa yang masyarakatnya punya imajinasi akan lebih maju, daripada bangsa yang terdoktrinisasi,” katanya.
Kurangnya imajinasi, kemudian rendahnya daya baca dan literasi, yang membuat masyarakat gampang berombang-ambing. Saat ada orang menggiring pada kepentingan tertentu, dia akan menurut. Meski itu kebohongan, apabila diulang terus-menerus, maka masyarakat dengan literasi rendah akan percaya.
Melalui KK Book Rental, Teddy berusaha menyimpan ruang imajinasi masyarakat tetap terjaga hingga hari ini. Sejak awal membuka persewaan, dia berprinsip tidak menyediakan barang bajakan dan berunsur pornografi. Dia membebaskan karyawannya mengonsumsi berbagai jenis buku. Namun apabila sudah berurusan dengan KK Book Rental, maka tidak ada toleransi, tidak boleh menyediakan komik macam hentai atau sejenisnya.
“Waktu itu terlihat idealis. Saya bilang ke karyawan, lihat saja rental yang main seperti itu, apakah besar atau tidak?” katanya. “Jangan sampai kita menyewakan sesuatu yang merugikan orang lain.”
Tak Perlu Meninggal Kartu Identitas
KK Book Rental banyak keluar dari pakem persewaan buku pada umumnya. Saat persewaan masih mengandalkan penjaga toko untuk mencarikan buku, KK Book Rental membebaskan pengunjung mencari sendiri koleksinya. Bahkan yang cukup berani, penyewa buku tidak harus meninggalkan kartu identitas apapun apabila menyewa buku.
Selama 32 tahun berjalan, sudah tidak terhitung berapa buku yang hilang atau tidak kembali. Apabila merujuk pada nama persewaan, KK juga merupakan singkatan Kejujuran Awal dari Kepercayaan (KK). Teddy mencoba memberikan seseorang kepercayaan, dengan tidak menyita kartu identitas. Harapannya, penyewa akan memberikan kejujuran.
“Misal sekecil itu enggak bisa, jangan tanya waktu besarnya gimana,” kata Teddy. “Dari awal kami idealis, kami percaya pada dasarnya semua orang baik, bayi lahir suci, masak waktu udah tumbuh dewasa enggak bisa. Kami kasih kepercayaan.”
Ini semacam cara mendidik karakter masyarakat ala KK Book Rental. Harga yang dibayar mungkin mahal, dengan tidak kembalinya banyak buku. Belum lagi yang memang sengaja mencuri. Ada juga kolektor yang mencari buku langka, dengan berlagak seperti peminjam.
Saat ini, penyewa buku memang tidak seramai tahun 1990-an atau awal 2000-an. Teddy sudah sadar betul. Namun dia merasa persewaan buku tetap harus ada, setidaknya selama Teddy masih suka dengan buku. Kemudahan, bahkan tarif yang tergolong murah, menjadi upaya Teddy memberikan setetes air di padang gurun. “Mungkin hanya menetes dan langsung menguap, enggak ada efeknya. Tapi paling enggak kami berusaha,” katanya.
KK Book Rental tidak selalu memandang keuntungan finansial. Banyak komik yang harga sewanya di bawah Rp1.000. Denda pun hanya Rp500 per hari, berapapun jumlah bukunya. Semisal tujuannya mencari uang, maka lapak KK Book Rental sudah menjadi minimarket sejak dulu.
Teddy percaya pada teori ekor Dinosaurus. Setiap produk akan ada masa tenggelamnya, namun bukan berarti hilang. Setiap produk akan menemukan peminatnya masing-masing. Teddy sudah menyiapkan berbagai skenario ke depan, untuk bisa mempertahankan KK Book Rental.
“Saya pernah bilang ke anak saya, kalau yang lain pamer mobil segala macam, bilang aja bukumu paling banyak di Jogja. Yang punya buku paling banyak di Jogja cuma dua, satu perpustakaan umum, kedua kita,” kata Teddy, sembari tertawa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Musim Hujan Tiba, Masyarakat Diminta Waspada Ancaman Demam Berdarah
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tutup Tahun Kian Dekat, Pemkot Jogja Kebut Pembangunan di Sejumlah Titik Ini
- 6 Bulan, Penduduk Sleman Bertambah Ribuan Jiwa
- 2 Motor Adu Banteng, Remaja asal Gunungkidul Alami Luka-Luka
- Oplos Gas Melon Jadi Gas 12 Kg, Dua Pria di Gamping Ditangkap Polisi
- Progres Pembangunan Jogja Planning Gallery, Pemda Sebut Masih Lakukan Kajian HIA
Advertisement
Advertisement