Advertisement
Negara Ini Punya Aturan Pendidikan yang Aneh, Siswa Dilarang Mendongak Agar Fokus Belajar

Advertisement
Harianjogja.com, BEIJING—Peraturan di dunia pendidikan di China dipandang aneh. Pasalnya, siswa di negara itu dilarang mendongakkan kepala mereka karena dianggap bisa mengganggu dan tidak fokus belajar.
Melansir South China Morning Post, persaingan ketat membuat sekolah-sekolah di China mencari cara untuk memaksa siswa mereka agar memiliki nilai terbaik dibandingkan sekolah lainnya.
Advertisement
Kondisi tersebut membuat persaingan ketat tidak hanya terjadi di dunia kerja, melainkan juga di dunia pendidikan, seperti agar siswa bisa diterima di sekolah lanjutan yang favorit maupun masuk perguruan tinggi bergengsi.
BACA JUGA: Siswa Diminta Beli Buku Paket, Disdikpora Bantul: Manfaatkan Dana BOS!
Untuk mewujudkan ambisi itu, semakin banyak sekolah yang punya cara aneh dalam memaksa siswanya belajar. Salah satunya yaitu langkah seperti “head up rate”, yang baru-baru ini populer di banyak sekolah menengah di China.
Konsep ini melihat seberapa banyak siswa yang mengangkat kepala di kelas ketika terdengar suara tertentu untuk mengukur tingkat konsentrasi mereka.
Wang Yimei, seorang siswa sekolah menengah dari provinsi Hebei, China utara, mengatakan kepada situs berita online Meiri Renwu bahwa hukuman berat telah menyertai penerapan peraturan ini di sekolahnya.
“Kalau ketahuan mendongakkan kepala, dianggap melanggar aturan. Setelah tertangkap, Anda harus menjalani hukuman sepanjang hari. Dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam,” kata dia dikutip dari South China Morning Post, Senin (28/8/2023).
Beberapa guru dilaporkan menguji konsentrasi siswa dengan sengaja membuat suara-suara, seperti ketukan pintu dan suara lainnya. Nantinya, siswa yang ketahuan melihat ke atas atau mendongakkan kepala akan dihukum.
Perluasan pengukuran kinerja ini di sekolah menengah telah meningkatkan kekhawatiran masyarakat dan perdebatan daring mengenai manfaatnya.
Dalam sebuah postingan di media sosial, seorang siswa yang tidak disebutkan identitasnya mempertanyakan apakah pelacakan dari depan berpotensi berbahaya karena bertentangan dengan refleks spontan manusia, misalnya saat mendengar suara yang tiba-tiba, kita secara naluriah memperhatikannya sebagai sifat bertahan hidup.
BACA JUGA: Alumni Australia Awards di Jogja Rayakan 70 Tahun Beasiswa Australia di Indonesia
“Kita dikondisikan sebagai manusia untuk melihat ke atas secara refleks. Namun, aku berkata pada diriku sendiri untuk tidak mendongak saat mendengar suara seperti itu. Kalaupun sekolahnya runtuh, jangan angkat kepala,” tulisnya.
Rupanya, dampak fatal dari peraturan aneh ini sudah pernah terjadi di China. Pada 2016, saat ada serangan melanda sebuah sekolah di Provinsi Shandong di China timur terjadi, para siswa yang mendengar ledakan tersebut menjadi ragu-ragu untuk menyelamatkan diri karena khawatir hal tersebut akan melanggar peraturan sekolah.
Meski pernah ada konsekuensi dari peraturan tersebut, institusi pendidikan di China belum mengambil pelajaran. Mereka masih berambisi mendorong para siswanya untuk taat peraturan demi mendapatkan hasil terbaik saat ujian apapun. Kenyataannya adalah bahwa langkah-langkah tersebut tidak menyelesaikan masalah yang disebabkan oleh tidak cukupnya lapangan kerja dibandingkan jumlah lulusan di China setiap tahunnya.
Menurut Goldman Sachs, jumlah lulusan di China yang mengambil jurusan olahraga dan pendidikan meningkat lebih dari 20 persen antara tahun 2018 dan 2021. Namun, permintaan perekrutan di sektor-sektor ini merosot pada periode yang sama.
Sebagian besar sekolah di China mempunyai pandangan yang kaku dan tidak fleksibel bahwa siswa harus kuliah di universitas yang memiliki reputasi baik agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan mempunyai harapan akan masa depan yang sejahtera. Beberapa institusi telah menerapkan pengelolaan siswa dengan menggunakan ketelitian gaya militer dan struktur disiplin, serta menghapuskan aktivitas non-akademik dari sekolah.
Misalnya, sejumlah sekolah memaksa anak perempuan untuk memiliki gaya rambut berpotongan pendek karena diyakini bahwa rambut panjang menyebabkan dekorasi rambut dan mengalihkan perhatian mereka dari belajar.
Beberapa sekolah bahkan menugaskan guru untuk memata-matai kelas dengan menggunakan lubang pengintip selama pelajaran untuk memeriksa apakah siswa sedang tidur, bermain dengan pena, atau menggoyangkan kaki mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : South China Morning Post
Berita Lainnya
- Piknik Solo-Semarang via KA Banyubiru, Ini Wisata Heritage yang Bisa Dilewati
- Daftar Tim Lolos ke 16 Besar Liga Champions 2023/2024: Tersisa 4 Tiket
- TKN Fanta Gelar Diskusi: Anak Muda Tidak Suka Gaya Politik yang Marah-marah
- Pagi hingga Malam! Cek Jadwal Lengkap Perjalanan KA Bandara Solo, Kamis Ini
Berita Pilihan
Advertisement

Kementerian PUPR Serahkan Barang Milik Negara Senilai Rp15,41 Triliun
Advertisement

BOB Golf Tournament 2023 Jadi Wisata Olahraga Terbaru di DIY
Advertisement
Berita Populer
- Hari Ini Sejumlah Wilayah di Jogja dan Kulonprogo Mati Lampu
- Prakiraan Cuaca, Seluruh Wilayah DIY Hujan Ringan dan Sedang di Malam Hari
- Jadwal KRL Jogja Solo Hari Ini, Jumat 24 November 2023
- Jadwal KRL Solo Jogja 24 November 2023, Keberangkatan dari Stasiun Palur
- Simak Jadwal KA Bandara YIA Reguler 24 November 2023
Advertisement
Advertisement