Advertisement
Skema Pembiayaan Risiko Bencana Perlu Disiapkan untuk Kurangi Beban APBN dan APBD
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Indonesia dikenal sebagai negara yang rawan terhadap risiko bencana. Rehabilitasi pascabencana seringkali terhambat karena keterbatasan dana bersumber dari APBN maupun APBD. Oleh karena itu perlu ada skema pembiayaan risiko bencana yang bersumber dari peran serta masyarakat maupun swasta.
Wacana terkait pentingnya skema pembiyaan risiko bencan ini dibahas secara khusus oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (Fishum) UIN Sunan Kalijaga dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Selasa (7/5/2024). Pertemuan ilmiah ini sekaligus merancang strategi pembiayaan risiko bencana dengan melibatkan berbagai pihak.
Advertisement
BACA JUGA : Buruan Submit! BRIN dan LPDP Buka 8 Skema Pendanaan Riset Senilai Total Rp700 Miliar
Berdasarkan Global Facility for Disaster Reduction and Recovery biaya rekonstruksi pascabencana di Inonesia tembus 500 juta Dolar AS per tahun. Jumlah itu berada di diangka 0,3% dari produk domestik bruto dan 45% dari produk domestik regional bruto. Setiap KK terdampak tercatat rata-rata merugi hingga Rp21,9 juta.
"Oleh karena itu dibutuhkan semacam skema pembiayaan lain di luar dana publik [APBN maupun APBD]. Sehingga sewaktu-waktu penanganan pascabencana bisa berjalan dengan baik, karena selama ini penanganan bencana sepenuhnya menggunakan dana publik. Kami bersama BRIN membahas hal ini untuk merancan skema tersebut," kata Dekan Fishum Mochamad Sodik, Selasa.
Selain BRIN, Networking Roundtable itu juga melibatkan BPBD DIY, BNPB, perusahaan asuransi hingga Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Ia menilai pihak asuransi penting untuk dapat dihadirkan karena lembaga ini memungkinkan mengukur, mengidentifikasi dan mengelola pendanaan risiko bencana tersebut dengan beragam skema.
"Perencanaan dari skema pembiayaan ini bisa tergolong bagian dari upaya mitigasi, sewaktu-waktu ketika terjadi bencana sehingga siap untuk rehabilitasi. Tetapi diperlukan semacam regulasi dan mendorong kesadaran masyarakat bahwa pembiayaan risiko bencana itu penting untuk disiapkan," ujarnya.
Kepala Organisasi Riset Tata Kelola, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN Agus Eko Nugroho menyatakan penanganan bencana tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, namun juga masyarakat, perusahaan swasta hingga perguruan tinggi. Pertemuan itu harapannya dapat menghasilkan ringkasan berbagai gagasan dan riset baik dari peneliti BRIN, akademisi UIN Sunan Kalijaga maupun masyarkat dan perusahaan swasta.
"Dalam pembahasan ini kami mencoba mengidentifikasi praktik dan mengusulkan solusi dalam menyusun strategi pembiayaan risiko bencana. Hasil pertemuan bisa menjadi referensi pembuatan kebijakan dan regulasi," katanya.
Ia menegaskan kolaborasi BRIN dengan perguruan tinggi ini ke depan akan terus berkembang untuk menghasilkan gagasan yang konkret terkait skema pembiayaan risiko bencana. "Di UIN ini merupakan awal, kami mencoba untuk menggelar diskusi serupa dengan perguruan tinggi lain sehingga banyak masuka, karena saya yakin banyak hasil riset lain yang bisa ditampung sebagai referensi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Syahdu! Makan Malam Pemimpin Negara di World Water Forum Bali Diiringi Lantunan Sape
Advertisement
Rekomendasi Menikmati Sendratari dan Pertunjukan Wayang di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Kereta Bandara YIA Minggu 19 Mei 2024, Harga Tiket Rp20 Ribu
- Jadwal Kereta Api Prameks Jogja-Kutoarjo Minggu 19 Mei 2024
- Jadwal dan Lokasi SIM Keliling di Jogja Bulan Mei 2024
- Prediksi Cuaca Jogja dan Sekitarnya Minggu 19 Mei 2024: DIY Cerah Berawan
- Panduan Jalur Trans Jogja, Melewati Kampus, Malioboro, Terminal Giwangan hingga Prambanan
Advertisement
Advertisement