Advertisement

Dosen UKI Paulus Makassar Meraih Prestasi pada Konferensi Nasional PPKS 2024 di UGM

Media Digital
Jum'at, 26 Juli 2024 - 20:47 WIB
Maya Herawati
Dosen UKI Paulus Makassar Meraih Prestasi pada Konferensi Nasional PPKS 2024 di UGM Dosen UKI Paulus Makassar yang sekaligus menjadi pemenang ke 2 kategori Best Paper Favorit berfoto dengan jajaran pemenang kategori lain dalam Konferensi PPKS Nasional di UGM (24-25/7) lalu. Ist - UKI Paulus Makassar

Advertisement

JOGJA—Dosen Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar berhasil meraih prestasi sebagai Juara 2 Kategori Best Paper Favorit dalam Konferensi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) 2024 bertajuk Sexual Violence in Universities: Investigation Root Cause Problems, Prevention, and Responses yang digelar di Universitas Gadjah Mada, Rabu-Kamis (24-25/7/2024).

Mereka adalah Dr. Juwenie Mangiri, S.H.M.H dan Dr. Asrin Tandi, S.H,S.E.,M.M.,Ak. Materi yang dipersentasikan berjudul Tantangan dan Solusi: Mengoptimalkan Pendekatan Kolaborasi Multidisipliner Untuk Menangani Kekerasan Seksual di Kampus. Prestasi ini tidak terlepas dari dukungan unsur pimpinan UKI Paulus Makassar, Rektor Prof.Dr. Agus Salim, S.H.,M.H dan Direktur Pascasarjana Dr. Petrus Ma'na, M.Si.

Advertisement

Persentasi pada Seminar Nasional PPKS 2024, memaparkan hasil riset  di lingkup kampus, dimana secara general di dunia kampus kekerasan seksual telah menjadi masalah serius yang mempengaruhi kehidupan mahasiswa dan lingkungan akademik.

Kekerasan seksual dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap perilaku dan psikologis korban kekerasan seksual dan menimbulkan lingkungan tidak kondusif.

Dengan tidak adanya aturan/mekanisme yang jelas maka korban kekerasan seksual tidak tahu apa yang harus dilakukan serta peluang apa saja yang ia miliki untuk menyelesaikan permasalahannya atau memulihkan dirinya. Tanpa adanya aturan yang jelas, maka bagi korban kekerasan seksual pelaporan bisa jadi akan berakhir sia-sia, karena tidak ada ancaman sanksi/tindakan yang jelas bagi pelapor.

Mereka juga menjelaskan sesuai fenomena masalah tersebut di atas, jelas terlihat bahwa implementasi kebijakan peraturan perundang-undangan belum sepenuhnya mendapat perhatian yang memadai untuk dilaksanakan.

“Oleh sebab itu seperti yang telah dipresentasikan bahwa suatu peraturan akan berjalan dengan baik apabila diseimbangkan dengan sistem birokrasi dan aturan tentang kekerasan seksual di kampus yang baik dan sumber daya manusia yang memadai,” kata Juwenie.

Asrin menambahkan saat ini ada tiga aturan yang menjadi dasar hukum penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus yaitu  Permendikbud Ristek No.30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Undang-Undang (UU) No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,

UU No.31/2014 tentang Hak Korban dan Saksi serta UU No.35/2014 tentang Bullying.

Dalam studi ini, kami menggali pentingnya kerja sama secara kolaborasi mencakup peran berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, kesehatan, hukum, pendidikan, dan konseling rohani untuk memberikan respons yang holistik terhadap kasus kekerasan seksual yang dialami oleh korban, kata Asrin.

Sedangkan Juwenie mengatakan tantangan utama yang dihadapi dalam penanganan kekerasan seksual di kampus adalah kompleksitas dan multi- dimensi masalah ini. Tantangannya terbagi menjadi tiga jenis yaitu tantangan individu, tantangan interpersonal dan tantangan sosial budaya.

“Pendekatan yang dibutuhkan tidak hanya memerlukan penanganan kasus secara individu, tetapi juga perlu adanya upaya untuk mencegah kejadian tersebut terjadi, mendukung korban dengan tepat, dan mengubah budaya kampus menjadi lebih responsif dan proaktif terhadap isu kekerasan seksual,” katanya.

Di balik dari beberapa upaya preventif yang dapat dilakukan baik oleh organisasi mahasiswa atau kampus, tentunya akan terdapat beberapa tantangan dalam hal birokrasi dan sumber daya manusia.

Dari beberapa tantangan tersebut, maka dari organisasi mahasiswa ataupun kampus itu sendiri harus dapat menjadikan tantangan tersebut sebagai bahan pemantik agar fenomena kekerasan seksual dapat dicegah sampai pada akarnya.

“Kami sebagai peneliti menyarankan suatu pendekatan kolaboratif multidisipliner sebagai kunci untuk memberikan respons yang holistik terhadap kekerasan seksual di berbagai kampus. Kolaborasi antara berbagai pihak seperti unit-unit di dalam kampus, unit bagian hukum, unit layanan kesehatan, unit rehabilitasi,unit bidang kerohanian serta melibatkan aktivis perempuan dan institusi pendidikan yang sangat penting untuk mendukung rasa aman, nyaman dan komprehensif bagi para korban,” ujar Asrin.  (****)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Menteri Imigrasi & Pemasyarakatan Sebut Rehabilitasi Narkoba untuk Kurangi Kelebihan Kapasitas Lapas

News
| Rabu, 30 Oktober 2024, 07:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Makanan Ramah Vegan

Wisata
| Minggu, 27 Oktober 2024, 08:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement